Rancangan Mini Proyek
Anggota
Etika Mandasari 11-014
Gustina Handayani Harahap 11-016
Sharfina Fathin Yasin 11-110
Anggota
Etika Mandasari 11-014
Gustina Handayani Harahap 11-016
Sharfina Fathin Yasin 11-110
Topik
: Pendidikan
berkebutuhan khusus suatu fenomena
Judul
: Anak Berkebutuhan Khusus " Autis " di Lingkungan
Sekolah Luar Biasa
Pendahuluan
:
Setelah berdiskusi, akhirnya kami memilih
topik ini karena anak berkebutuhan khusus, misalnya anak Autis,
yaitu adanya abnormalitas pada perkembangan pada interaksi social dan
komunikasi diperlakukan sama dengan anak normal lainnya, membeda-bedakan
anak berkebutuhan khusus masih banyak terjadi di daerah-daerah di Indonesia,
khususnya di daerah yang jauh dari kota. Jika diberi kesempatan, mereka bisa
percaya diri dan berprestasi, justru juga lebih bisa berprestasi di bandingkan
anak normal lainnya. Oleh karena itu kami ingin mengetahui bagaimana proses
pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa, yang merupakan
salah satu wadah ataupun tempat yang berperan dalam mengembangkan berbagai
aspek kehidupannya dan juga prestasinya.
Landasan
Teori
Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang artinya diri yang tidak berdaya. Menurut Kamus Lengkap Psikologi J.P Chaplin (2001), ada tiga pengertian autisme :
1.
cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.
2.
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak
realitas.
3.
keasyikkan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.
Penyebab
autisme sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya autisme, yaitu: faktor
genetik, faktor hormonal, kelainan pranatal, proses kelahiran yang kurang
sempurna, serta penyakit tertentu yang diderita sang ibu ketika mengandung atau
melahirkan sehingga menimbulkan gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat
yang mengakibatkan fungsi otak terganggu.
Pada
sebagian anak gejala autisme sudah nampak semenjak lahir, namun sebagian pula
sempat mengalami perkembangan sebagai anak normal, dan akhirnya perkembangannya
itu berhenti sebelum mencapai usia 3 tahun. Gejala autis sangat terlihat jelas
ketika anak berusia 3 tahun. Hal yang menarik lainnya dari autisme yaitu gejala
ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan
dengan perbandingan 3:1.
Teori Psikososial
Kanner mempertimbangkan adanya
pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme: orangtua yang emosional, kaku,
dan obsessif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfir yang secara
emosional kurang hangat, bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma
pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang
sebenarnya tidak menghendaki anak ini. Ini mengakibatkan gejala penarikan diri
pada anak dengan autisme. Menurut Bruno Bettelheim, perilaku orangtua dapat
menimbulkan perasaan terancam pada anak-anak. Teori-teori ini pada 1950-1960
sempat membuat hubungan dokter dengan orangtua mengalami krisis dan menimbulkan
perasaan bersalah serta bingung pada para orangtua yang telah cukup berat
bebannya dengan mengasuh anak dengan autisme.
Sumber
lain menyebutkan Autistic disorder adalah adanya gangguan atau
abnormalitas perkembangan pada interaksi social dan komunikasi serta ditandai
dengan terbatasnya aktifitas dan ketertarikan. Munculnya gangguan ini sangat
tergantung pada tahap perkembangan dan usia kronologis individu. Autistic
disorder kadang-kadang dianggap early infantile autism, childhood autism, atau
Kanner’s autism (American Psychiatric Association, h. 70, 2000).
Perilaku autistic digolongkan dalam dua jenis, yaitu
perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang deficit (berkekurangan).
Yang termasuk perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa
menjerit, menggigit, mencakar, memukul, dsb. Di sini juga sering terjadi anak
menyakiti dirinya sendiri (self-abused). Perilaku deficit ditandai dengan
gangguan bicara, perilaku social kurang sesuai, deficit sensori sehingga dikira
tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa-tawa
tanpa sebab, menangis tanpa seba, dan melamun.
World
Health Organization's International Classification of Diseases (ICD-10)
mendefinisikan autisme (dalam hal ini khusus childhood autism) sebagai adanya
keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga tahun
dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interkasi social,
komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang (World Health Organozation, h. 253,
1992). WHO juga mengklasifikasikan autisme sebagai gangguan perkembangan
sebagai hasil dari gangguan pada system syaraf pusat manusia. Autisme dimulai
pada awal masa kanak-kanak dan dapat diketahui pada minggu pertama kehidupan.
Dapat ditemukan pada semua kelas social ekonomi maupun pada semua etnis dan
ras. Penderita autisme sejak awal kehidupan tidak berhubungan dengan orang lain
dengan cara yang biasa. Delapan puluh persen anak autis memiliki IQ dibawah 70
(Davison, h. 436-437, 1998) yang bisa digolongkan juga sebagai retardasi
mental.
Akan
tetapi autisme berbeda dengan retardasi mental. Penderita retardasi mental
menunjukkan hasil yang memprihatinkan pada semua bagian dari sebuah tes
inteligensi. Berbeda dengan penderita autis, mereka mungkin menunjukkan hasil
yang buruk pada hal yang berhubungan dengan bahasa tetapi mereka ada yang
menunjukkan hasil yang baik pada kemampuan visual-spatial, perkalian empat
digit, atau memiliki long term memory yang baik. Mereka mungkin memiliki bakat
besar yang tersembunyi. Dahulu dikatakan autisme merupakan kelainan seumur
hidup, tetapi kini autisme mempunyai harapan untuk menjadi normal dengan diberikannya
pendidikan yang tepat sedini mungkin, yaitu pada masa kanak-kanak awal.
Alat dan Bahan
· Dengan Observasi terhadap anak dan wawancara terhadap
guru
· Kamera
· Alat tulis
Kalkulasi perkiraan biaya
· Video
: Rp. 15.000
· Transportasi : Rp. 30.000
Total perkiraan
biaya : Rp.
45.000
Jadwal pelaksanaan : 01 Mei s/d selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar