Strategi Membangun Kepercayaan Diri
Kegiatan membangun fisik mudah dilakukan. Kita cukup mengumpulkan bahan
dan menatanya sesuai dengan gambar. Maka, jadilah bangunan itu. Namun,
kemudahan itu tidak dapat ditemukan untuk membangun nonfisik, seperti
membangun kepercayaan diri. Begitu sulitnya membangunnya. Oleh karena
itu, aku akan berbagi strategi membangun kepercayaan diri.
Menurutku, ada tiga strategi untuk membangun kepercayaan diri. Ketiga
strategi itu adalah menumbuhkan rasa mampu, memiliki hutang kesanggupan,
dan konsisten menjaga sikap. Mari kita kupas ketiganya.
Strategi 1: Menumbuhkan Rasa Mampu
Kita sering menghakimi diri sebelum memulai sesuatu. Penghakiman itu menyebabkan keputusasaan. Apa bentuk penghakiman itu? Yakni tidak bisa. Kita sering berucap dua kata. Setiap ada kesempatan, kita selalu menyia-nyiakannya seraya berkata, “Wah, aku nggak bisa, nih.” Karena sudah berpikiran negatif demikian, wajarlah kita tidak bisa karena kita memang menghendaki ketidakbisaan.
Tuhan itu Maha Adil dan Maha Pemurah. Semua manusia normal diberi “fasilitas” yang
sama. Fasilitas yang melekat tubuh: hidung satu dengan dua lobang,
mulut satu, dua mata, dua kaki, dua tangan satu jantung, dua ginjal, dua
paru-paru dan lain-lain. Fasilitas yang tidak melekat tubuh: waktu 24
jam, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, 365 hari setahun. Namun, kita
tidak mampu menghasilkan produk yang sama untuk setiap manusia. Mengapa?
Karena kita telah menghakimi diri dengan berkata, “Wah, saya tidak mungkin bisa mengerjakan itu.”
Oleh karena itu, kita harus menumbuhkan semangat kebisaan.
Kita harus mempunyai kemampuan untuk menjawab setiap keraguan. Jika
mereka bisa melakukannya, mengapa saya tidak? Semangat itu harus tumbuh,
berkembang, dan terus menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari. Jika
kita mempunyai keyakinan bahwa kita mampu melakukan sesuatu, tentu
Tuhan tidak akan berdiam. Tuhan pasti menjawab semangat itu seraya
memberi jalan.
Strategi 2: Memiliki Hutang Kesanggupan
Pada umumnya, kreativitas manusia akan muncul ketika ia berada dalam
kesempitan. Maksudnya, otak dan pikiran manusia akan menjadi semakin
terasah jika berhadapan dengan masalah yang menuntut kecekatan dan
kecepatan bertindak. Jika manusia sudah berpikir positif dengan kondisi
tersebut, biasanya keputusannya pun tepat!
Untuk menjadi pribadi yang berkemampuan untuk cekatan berpikir, cepat bertindak, dan tepat menentukan, manusia perlu mempunyai hutang kesanggupan.
Maksudnya, manusia perlu mempunyai janji. Mengapa manusia perlu
mempunyai janji? Karena janji akan menghasilkan kreativitas. Janji dapat
dilakukan untuk dirinya, orang lain, atau tugas lain. Janji itu harus
menjadi hutang yang harus dibayar. Selanjutnya, manusia harus mempunyai komitmen tinggi untuk menepati janji tersebut. Pada saat seperti itulah, kepecayaan diri itu tumbuh, berkembang, dan melekat menjadi satu dalam dirinya.
Strategi 3: Konsisten Menjaga Sikap
Kita sering mendengar bahwa lebih mudah mendapatkan daripada
menjaganya. Maksudnya, kita mudah dan bermurah hati ketika ingin
mendapatkan sesuatu. Namun, kita kurang peduli dengan raihan itu. Lalu,
sesuatu yang diraih dengan susah payah itu menjadi mubadzir karena kita menyia-nyiakannya. Dan itu adalah budaya yang sangat tercela.
Berkenaan dengan itu, kita harus menjaga konsistensi dalam bersikap.
Maksudnya, kita harus menjaga semangat untuk tetap berkobar seperti
semangat kita ketika akan mendapatkannya. Jika kita mempunyai semangat membaja untuk mendapatkannya, kita pun harus mempunyai semangat baja untuk mempertahankannya.
Semangat itu tidak boleh kendor. Bahkan, semangat itu harus menjadi
semakin kuat. Mengapa? Karena banyak orang berkeinginan untuk menjadi
pesaing kita agar ia mendapatkan seperti yang kita dapatkan. Jadi,
jagalah konsistensi bersikap!
Pada awalnya, aku menjadi mahasiswa katrok alias ndeso.
Dari Sragen kuliah ke Yogyakarta pada 1991. Aku mulai berani tampil di
muka umum ketika menjadi peserta demo. Lalu, lambat tapi pasti, aku
mulai menekuni pers kampus. Ketika aku merasa berkemampuan untuk
berbicara dan menulis, dari sanalah rasa percaya diri itu tumbuh. Tak
disangka, aku sering diminta untuk memimpin demonstrasi, mewawancarai
pejabat, atau bepergian ke tempat asing. Akhirnya, tiada rasa grogi
sedikitpun ketika harus berhadapan dan berbicara di depan banyak orang,
termasuk di depan menteri atau presiden sekalipun!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar